Bermadzhab


Salah satu masalah utama jargon "kembali pada al Qur'an dan as Sunnah" adalah masalah pencitraan. ketika kita menyampaikan pendapat kita atas nama al Qur'an dan as Sunnah, maka jika pendapat kita salah, al Qur'an dan as Sunnah bisa jadi terkena dampak kesalahan kita. Pengikut pandangan kita pun menjadi fanatik dan sulit berendah hati, karena mereka berkeyakinan bahwa apa yang mereka pegang adalah satu satunya pandangan yang paling absah mewakili al Qur'an dan as Sunnah. Fanatisme ini nantinya akan berbuah celaan pada orang orang yang tidak sama madzhab dan manhajnya, sebagai orang yang tidak berjalan di atas al Qur;an dan as Sunnah.

Dalam kerangka ini, saya sangat menghargai tradisi ulama' ulama' salaf bermadzhab. Banyak yang salah paham, menyangka bahwa 4 madzhab utama ummat Islam sekarang sebagai fenomena yang baru terjadi di abad ke dua hijriah. Padahal, sejak masa sahabat bermadzhab adalah kecenderungan pola ilmiah dan amaliah ummat Islam di nyaris semua penjuru. Di masa tabiin, dikenal madrasah ahli hadits yang merupakan murid murid Ibn Umar dan madrasah ahlur ro'yi yang merupakan murid murid Ibn Mas'ud. Di Makkah pernah ada pengumuman agar dalam beramal masyarakat Makkah mengikuti "hanya" dua ulama' murid Ibn Abbas yang diizinkan berfatwa : (Kalau tidak salah) Ikrimah dan Atho' bin Abi Robah.

Baru saja saya mendengar siaran di sebuah televisi yang sering mengatasnamakan sunnah. Penceramahnya menyampaikan sebuah masalah yang sebenarnya bisa jadi sangat kontroversial dari segi dalil. Namun, karena citra membawa sunnah, kesalahan ini bisa jadi diterima masyarakat pemirsanya sebagai bagian dari sunnah.
Beda jika kita mengatasnamakan madzhab (dan bermadzhab adalah sebuah tradisi salaf yang menyejarah. Imam Bukhori, an Nawawi, Ibn Hajar al Asqolani dan kebanyakan ulama' muhadditisin menganut madzhab Syafii, Imam Abu Dawud bermadzhab Hanbali dan sebagainya. Kitab kitab biografi ulama' madzhab dipenuhi para ulama' besar dalam segala bidang ilmu agama dari masa ke masa). maka kesalahan kita tak membawa bawa al Qur'an dan as Sunnah. Ini hanya madzhab (madzhab secara letterlijk bermakna pemikiran) kita, dan Allah yang Maha Tahu mana yang paling benar.

Maka Imam Syafii dengan ringan saja berziarah dan bertawassul ke makam Imam Hanafi, walaupun pandangan Imam Hanafi tentang istihsan beliau tentang dengan sangat keras dengan ucapan (man-istahsana faqod syaro'a, barangsiapa yang beristihsan maka dia telah membuat syariat baru. Beliau juga memuji gurunya Imam Malik sebagai bintang kejora para ulama', walaupun dalam beberapa hal beliau berbeda pandangan. Beliau juga yang menyatakan dengan sangat rendah hati : pendapatku benar namun bisa jadi salah. pendapat orang lain itu salah, namun mungkin saja benar.

Demikian tradisi ulama' dari masa ke masa. Mereka bermadzhab, bukan karena mereka tidak mampu beristinbath, bukan pula karena mereka tidak mengikuti Qur'an dan Sunnah. Mereka adalah matahari penerang dan penjelas al Qur'an dan Sunnah.

Mereka adalah ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqh sepanjang sejarah Islam. Jika mereka dituduh sesat dan tak paham ajaran Islam, lalu pada siapa kita belajar agama Islam.
Mereka bermadzhab agar orang orang tahu, jika ada yang salah dari pandangan mereka, kesalahan itu bukanlah kesalahan al Qur'an dan Hadits, namun kelemahan mereka. Jika ada yang benar dari pandangan mereka, maka itu adalah kebenaran al Qur'an dan hadits yang mereka pelajari.
Semoga Allah merahmati para ulama' ummat Islam.
walLohu a'lam

sumber : https://www.facebook.com/ahmad.halimy.5/posts/10204756828519096


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 20.41.00

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
template SEO

Random Post

CB